Cerpen: Gadis Penghuni Rumah Kayu "Binon Atua Ume Hau" (Oleh: Eda Sally)

Dok. Pribadi Penulis

Keindahan alam yang mempesona membuat setiap mata yang melihatnya akan menjadi teduh. Letaknya yang hampir terlihat dari berbagai arah membuat pesona batu itu sangat diminati semua orang. Orang-orang di kampung itu menyebutnya dalam Bahasa daerah mereka dengan sebutan “Fatukopa. Banyak pengunjung yang berdatangan hampir setiap hari, hanya untuk melihat batu yang konon merupakan jelmaan bahtera Nuh. Jika ingin menikmati sejuknya alam dan indahnya matahari pagi, maka para pengunjung harus bermalam di sana. Kabut yang membentang sekeliling pohon batu itu menambah keindahan dan pesonanya. Itulah kampung dimana Noni, sang gadis penghuni rumah kayu itu tinggal.

Noni berlari sambil sesekali menyeka keringatnya. Gadis itu seolah mengejar sesuatu yang sudah jauh meninggalkannya di depan. Namun, ternyata bukan itu alasannya. Ia sedang terburu-buru karena ia baru saja turun dari mobil yang hanya bisa mengantarnya sampai di ujung jalan.

Rumahnya yang agak masuk ke dalam gang kampung membuat mobil kesulitan untuk masuk ke sana. Noni tidak berniat menggunakan jasa ojek, karena jaraknya yang tidak terlalu jauh, dan juga gadis itu hanya ingin menghemat biaya. 

Setelah menempuh perjalanan yang hampir dua kilometer, sampailah ia di rumah yang sangat dirindukannya. Gadis itu heran, karena dari jarak seratus meter, ia melihat kerumunan orang yang sangat banyak di depan rumahnya. Ia menghentikan langkahnya dan mulai berpikir ada apa gerangan, karena setahunya keluarganya jarang melakukan hajatan. 

Setelah menenangkan lelahnya dan menenangkan hatinya, ia mencoba berjalan, namun sejenak dadanya berdegup dengan kencang karena takut terjadi sesuatu pada ayahnya, selaku orang tua tunggalnya, karena ibunya sudah meninggal sejak gadis itu baru berusia dua tahun.

Gadis itu melangkah dengan perlahan dan was-was. Hatinya semakin tidak karuan ketika ia semakin dekat. Saat ia sudah berada di depan pagar rumahnya, seorang wanita yang sudah mengenalnya, langsung berlari kearah gadis itu dan memegang tangannya.

Tangan wanita tua itu bergetar seperti menahan sebuah beban yang harus disampaikan. Ia memandang Noni cukup lama tanpa berani mengatakan apapun. Namun, dari tatapan matanya, Noni dapat menyimpulkan bahwa sesuatu telah terjadi.

“Tante, apakah ayah baik-baik saja?” Tanya Noni dengan khawatir.

“Ahmmmm, masuklah dulu!” Jawab wanita tua itu.

Noni langsung berlari masuk menerobos kerumunan orang-orang di rumahnya tanpa mempedulikan teriakan orang-orang padanya karena kaget dengan kedatangannya. Mereka tidak percaya bahwa gadis hitam manis itu datang tepat waktu.

“Ayah…………” Noni berteriak dengan histeris saat melihat kenyataan yang ada di depan matanya.

“Kenapa ayah harus jahat sama Noni seperti ini?”

“Tolong jangan tinggalkan Noni. Noni sudah diwisuda, Ayah. Noni tidak ingin sendiri. Jangan seperti ini, Ayah!” 

“Noni ingin ayah bahagia dengan keberhasilan Noni. Ayah jahat! Pinta Noni di sela isak tangisnya.

Semua orang berusaha menenangkan gadis itu, namun gadis itu tidak terpengaruh dengan semua bujuk rayu ibu-ibu tetangganya. Ia terus histeris apalagi di saat orang-orang mulai mengusung mayat ayahnya untuk dimakamkan. 

Setelah prosesi pemakaman ayahnya selesai dan orang-orang mulai meninggalkannya, gadis itu mulai duduk termenung sambil memikirkan kesendiriannya. Dalam kekosongan hatinya karena baru saja kehilangan ayahnya, gadis itu mengutuk nasibnya, karena harus kehilangan ayahnya di saat ia sudah meraih hal yang seharusnya menyenangkan dan membanggakan ayahnya.

Hari-hari dilewati gadis itu dengan tinggal sendirian di rumah kayu peninggalan orang tuanya. Setiap hari ia mengamati seluruh sudut rumahnya dan mengenang kembali akan kebersamaannya dengan ayahnya. Ia ingat dengan jelas momen dimana ayahnya akan menyiapkan makan untuknya saat ia belum bisa memasak dan mengurus dirinya sendiri.

Ditambah lagi dengan kenangan saat ayahnya memanjakannya dan memperlakukannya bak putri. Bahkan kalimat yang selalu terngiang adalah ayahnya selalu mengatakan bahwa ia adalah putri yang sangat dicintai ayahnya.

Setiap orang yang selalu lewat di depan rumahnya, hanya mampu melihat gadis itu tanpa berani berbicara karena ia seperti menutup diri dari siapa pun dan tidak ingin diganggu. Orang-orang mulai menyebutnya dengan panggilan “Gadis Penghuni Rumah Kayu”.

Hingga pada akhirnya, ia memutuskan untuk menyulap rumah kayu itu menjadi rumah belajar untuk anak-anak di kampungnya yang belum mendapatkan pendidikan yang layak. Sejak saat itu, rumah kayu itu terlihat mulai ramai dan hidup. Orang-orang yang lewat selalu terkagum dengan keceriaan anak-anak kampung yang selalu membuat cerita gadis berpenghuni rumah kayu itu mulai menyebar. Kini, ia hidup bahagia, karena banyak anak-anak di dekatnya yang mengasihinya dan menjadi keluarganya.

END



BINON ATUA UME HAU 
(Penerjemahan dalam Bahasa Dawan)

Pah le namas anmoe ale kanan mataf le an kiso nahenu nok nek amlilat. Ini mnanu nane anmoe ale kanan mansion nit nako knabin li ma ne’u ma mansion an malinas fatu nane natuian namas. Atoni-atoni anbi bale nane antek nani nak “Fatukopa”. Pah namfau le nem neon-neno, natuin he nit fatu le nane, le natuin pi’ot nak fatu nane nlail nako belo nai Nuh. Kalu he tit pah amasat ma manas amasat anbi nok-noka, ale kanan amnemat so’ nem nain nok neno an fai. Nipu loe anfun nan fatu nane anmoe fatu nane namas kalu at kiso nok nok-noka. Bale nane bale nako bi Noni, Binon atua ume hau.

Bi Noni naen nok manapat ma an nose puse le ansai bi in aon. Binon nane onle anli’u sa et inmatan. Mes, ia naen kanatuin fa lasi nane. In naen nok manapat karena in fe an saun nako oto le nasanut anbi lanan in tu’an. In kan lomif hen sae ojek, natuin lanan ka’ lo le’uf fa ma natuin in hen liko in loit.

In nao hen paumak kilo nua, in an tia ume le in namnau nisan. Binon nane namkak, natuin nako bale meter nautnes, in nit pah namfau an tai nan sin ume. In anhake ma natenab anmui lasi kah, natuin in family sin kan mu’if le he nem neo sin ume bute-bute.

In an tais in nekan, oket te inin nao, mes in ansaon an mofu natuin in namtau kalu lasi an toman in amaf, natuin in enaf anmate es le in fe nan ton bo esam nua.

Binon nane an nao kle’o-kle’o ma nek as unu. In nekan namtau tabu le in an paumak. Tabu le in an tia si ume enon, bife mnasi mese le nahine, naen ma antef oke ten a ini niman.

Bife mnasi nane in niman na’tai onle an loi blua mafena. In nu bi Noni lo le’uf mes in ka nabei he na uab fa. Mes nako in matan, bi Noni natenab, nak anmui lasi sa le an lalin nbi in ume.

“Baba, au ama et aomina kah?” Bi Noni natan nok neka s’unu.

“Ahmmmm, am tam om fe!” Bife mnasi nane na ta on na.

Bi Noni in naen ma antam an leku pahamfaun le an hake anbi sin ume enon le an kiso nok lasi mkakat. Sin kan palsai fa neo binon metan amasat nane nem neo tabu le ma upa.

“Ama…………” Bi Noni an an bai nok nek susel tabu le in nit lasi sa le anbi in matan.

“Na sa ama es ho moe onle i ?”

“Kais musaitan bi Noni. Bi Noni an wisuda nalalien, Ama. Bi Noni kan lomi fa hen mes. Kais inle I, Ama!”

“Bi Noni an lomi he ama an malin nok sa le bi Noni napeni. Ama amaunu!” Bi Noni an kae nok nek susel.

Ale kanan pahamfaun an auk binon nane, mes binon nane kan lomi fa he nati ale kanan bife le in ume aon bian an aku in. in ankae nok nek susel tabu in nit pahamfaun naloi in ama he nati an sub nani.

Ansub nalail in ama onane te ma ale kanan pahamfaun anfani, binon nane an took nmes ma natenab natuin inin mesnon. Bi in tenab nane natuin in fe nane nalali in amaf, binon nane an sukat in monit, natuin in naneuk nane in amaf bi tabu le in napeni nani lasi malinat le hen halin in amaf in nekan.

Neno-neno binon nane natuan an mes anbi ume hau le ini mnasi nani neo in. neno-neno, in an nu ume nane nok nek susal ma natenab nani tabu le in fen ok in amaf. In namnau tabu le in amaf nahan ma naloitan mnahat neo in bi tabu le in fe ka nahan nahin ma in fe kan paloli fa in aon nok leko.

Nesin teni tabu le in amaf an nek ma an tuna onle kato. Lasi le in fe namnaule in amaf nak neo ne nak in amaf an nek nisan natuin in namas onle kato.

Pahamfaun le an leku in ume enon, ala nu binon nane mes ka nabe’I fa he na uab nokan natuin binon nane msat sat kan lomi fan a uab nok sin. Pahamfaun nane an tek nak “binon atua ume hau”.

Tia tabu mese on nane, in nait fekat henati naloitan ume nane hen fani ume noina neo ale kanan li ana le anbi kuan nane le fe kan taman fa neo skol. Mulai tabu nane, ume hau nane makiso nak mulai namas.  Pahamfaun le an leku ume nane in enon an kiso nok malinat natuin li ana namfau le namlil anbi ume hau nane. Tabu I, in an malin, natuin li ana namfau le an paumak nok in le an nek ma anfani on in family.


 

Profil Penulis:

Marteda Babu, Nama Pena: Eda Sally.
Penulis saat ini berstatus sebagai PNS dan juga aktif dalam menulis Puisi, Cerpen, Drama dan Novel. Penulis telah mempublikasikan 3 buah novel dengan judul: Perjalanan Panjang Wanita Tangguh,  Sang Mavia Jatuh Cinta dan Cinta Pria Metropolitan. Ia juga telah menulis 5 buah cerpen dengan judul: Pergi Dengan Sejuta Luka, Cinta Yang Tak Bertepi, Misteri Hilangnya Ternak, Hantu Jadi-Jadian dan Gadis Penghuni Rumah Kayu. Penulis memiliki hobby, menulis dan menyanyi.



Cerpen: Gadis Penghuni Rumah Kayu "Binon Atua Ume Hau" (Oleh: Eda Sally) Cerpen: Gadis Penghuni Rumah Kayu "Binon Atua Ume Hau" (Oleh: Eda Sally) Reviewed by Sahabat Penulis on February 09, 2022 Rating: 5

1 comment:

  1. Ceritanya menarik dan penuh makna edukasi. Teruslah berkarya dan semangat dalam berbagi melalui coretan tinta edukatif.
    Salam Satu Pena ✍️

    ReplyDelete

Powered by Blogger.