Amanatun Utara, Gudang Ternak di Masa Lalu

Oleh : Piet A. Tafuli, S.Pd
 Guru Bahasa Inggris di SMA Negeri Ayotupas, Kab. Timor Tengah Selatan


Jika ada waktu, jalan-jalan ke Amanatun Utara, pesan saya kepada seorang sahabat pada panggilan telepon suatu sore. Dalam percakapan kami, ia bertanya: apa makanan khas atau buah-buahan yang khas Amanatun Utara?”. Saya sedikit kesulitan menjawab pertanyaan ini. Bukan karena tidak ada makanan khas atau buah-buahan yang khas Amanatun Utara. Sejauh pemahaman saya, Amanatun Utara tidak kaya dengan makanan atau buah-buahan bahkan hasil hutan, tapi bicara tentang Amanatun Utara kita akan bicara tentang kampung penuh ternak seperti sapi, kerbau, kambing maupun ayam. Agak heran dengan jawaban saya teman saya lalu bertanya lagi “kenapa bisa begitu?”. Saya kemudian menjawab singkat “memang sudah begut sejak dulu.” Jawaban ini seakan menambah baris pertanyaan lain namun panggilan telepon kami terputus karena kehabisan pulsa. Bagaimanapun, sepotong percakapan ini akhirnya membawa saya pada pertanyaan “apa yang istimewah dari Amanatun Utara?”.

Bicara tentang Amanatun Utara dari segi pangan, ada sejarah kelaparan yang Panjang. Kira-kira tahun 1960-an hingga tahun 1980-an, orang Amanatun Utara hidup dalam keterbatasan pangan atau kelaparan. Tidak ada jagung, ubi ataupun pisang di kebun seperti saat ini. Dari kondisi ini akhirnya ada pihak yang memvonis orang Amanatun Utara sebagai orang malas. Bagi saya tidak! 

Masa itu adalah masa peralihan dari masyarakat peternak menuju masyarakat pertanian. Sebelumnya masyarakat Amanatun Utara hidup ditunjang oleh alam untuk mengembangbiakan ternak. Mereka (orang Amanatun Utara) dengan jumlah jiwa yang tidak begitu banyak pada masa sebelum tahun 1960 memiliki lahan-lahan luas berisi padang rumput dan pohon gewang

Pohon gewang yang tumbuh dan mendominasi daerah padang ini menjadi surga tersendiri bagi pembiakan ternak. Selain padang-padang luas, pohon gewang juga menjadi pohon primadona di masa itu. Masyarakat menggunakan semua bagian pohon ini untuk kebutuhan hidup. Sebagai contoh daun gewang digunakan untuk atap rumah atau lumbung (lopo), pelepah gewang digunakan untuk dinding dan loteng dan pohonnya digunakan sebagai makanan pokok bagi manusia dan ternak. Hampir semua ternak menyukai dan mengonsumsi serat pohon ini sebagai pakan. Kondisi ini menyebabkan masyarakat tidak harus repot mengurusi ternak dan kebanyakan menghabiskan waktu berburu binatang liar.

Dengan pola hidup sebagai peternak dan pemburu, maka keistimewaan yang akan kita temui adalah daging kering atau se’i. masyarakat Amanatun Utara punya kebiasaan mengeringkan daging sapi, kerbau atau kambing agar disimpan lebih lama dan dapat dimakan kapan saja. Selain dagng se’i, masyarakat Amanatun Utara dimasa jaya ternak memiliki hasil olahan susu murni yang dibekukan atau dalam Bahasa dawan disebut sus lite. Sus lite adalah susu segar yang diperah dari induk sapi yang kemuudian dibekukan dengan cara dimasak dan dicampur beberapa ramuan. 

Tujuan utama dari susu ini dibekukan adalah agar tahan lama ketika disimpan. Olahan susu ini akan disimpan pada botol kaca atau tempayan. Selain susu dan daging kering, ada sagu bakar (puta laka). Sagu bakar atau puta laka adalah makanan pokok masyarakat yang diolah dari pohon gewang dan melewati proses panjang untuk dapat kita nikmati sebagai suatu keunikan. Saya melihat proses pembuatannya kembali meragukan statmen malas orang Amanatun Utara. 

Ada banyak waktu dan tenaga yang harus dikorbankan agar sagu bakar dapat terhidang bersama keistimewaannya di dalam piring. Oleh karena keistimewaan prosesnya, putak laka seharusnya menjadi makanan khas Amanatun Utara, tapi kenyataannya tidak. Putak laka menjadi bahan makanan pokok masyarakat, sehingga Ketika kita berkujung ke Amanatun Utara, daging sei, susu murni dan putak laka selalu menjadi suguhan utama dimasa itu.

Namun hari ini kondisi tersebut telah berubah jauh. Masyarakat telah bertransformasi dengan baik walaupun belum mencapai target yang seharusnya. Pertambahan jumlah jiwa yang signifikan di masa itu membuat masyarakat tidak punya pilihan. Pertambahan jumlah penduduk memaksa masyarakat ada dalam kelaparan berkepanjangan dan harus hijrah ke arah pertanian. Menyempitnya padang-padang rumput oleh lahan pertanian dan perumahan ikut mengambil bagian dalam proses berkurangnya ternak di Amanatun Utara. Perubahan meningglakan imbas yang cuckup Panjang.  

Jika sebelumnya masyarakat lebih banyak menghabiskan waktu dengan berburu dan dan beternak, kini mereka harus menghabiskan watu mengurus lahan pertanian yang ada. Pola ternak lepas yang terbawa juga menambah keresahan masyarakat dan masa transisi ini. Kurangnya lahan berisi pakan ternak akhirnya berakibat pada para petani yang lahannya dirusaki oleh ternak. Konflik Panjang masa peralihan ini tak terhindarkan dan masih terbawa hingga sekarang ini.

Pemerintah daerah dan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang terkait, ikut mengambil bagian dalam menyelesaikan persoalan ini. Beberapa LSM secara intensif mengerahkan tenaga, dana dan waktu untuk membawa masyarakat keluar dari ketertinggalan ini. Ada LSM yang datang dengan membawa program ketahanan pangan, ada yang datang dengan berbagai program pertanian modern dan pengembangan pakan ternak serta pengembangbiakan ternak. Masih ada banyak program yang secara total digelontorkan untuk daerah ini. Sejauh yang saya lihat, semua program mengacu pada kesejahteraan masyarakat. 

Ada satu gambaran besar yang sedang dibawa oleh pemerintah maupun LSM adalah ketahanan pangan dan ketahanan ternak. Jika hari ini kita masuk Amanatun Utara, masyarakat telah keluar dari krisis pangan walaupun masih tertinggal pada pembiakan ternak. Usaha berbagai pihak untuk tetap menjadikan Amanatun Utara Gudang ternak sudah terlihat.

Oleh karena itu, ketika kita kembali lagi pada “Apa keistimewaan Amanatun Utara?”, saya akan menjawab dengan lantang bahwa keramah tamahan orang Amanatun Utara itu melegenda. Jika ada yang bertamu dengan menyandang gelar kase (pak/ibu) saya pastikan akan selalu pulang denga cerita makan daging di Amanatun Utara. Walaupun ada dalam konflik ternak dan kebun, setidaknya nilai luhur ini masih terjaga dengan baik hingga saat ini.


Amanatun Utara, Gudang Ternak di Masa Lalu Amanatun Utara, Gudang Ternak di Masa Lalu Reviewed by Sahabat Penulis on April 20, 2022 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.