Erike, mengapa nasib salibkanmu yang polos pada tiang-tiang muslihat? Sedang aku hanya mampu menatap dari lubang tampat di pasung?
Kendati telah sama-sama kita bayar harga iman dengan ucapan selamat di beranda, baliho sampai iklan media masa, kita tetaplah orang buangan?
Erike, peluhmu telah kuteguk saban hari dengan makan sisa kain dari lututmu yang sobek. Makan apa kau sampai hari ini? Roti? Ikan? Ataukah janji-janji yang tak kunjung nyata?
Kita adalah yang sama-sama luka dan akan mati tanpa bangkit. Lalu mesti bagaimana kita jawab ejekan-ejekan itu tanpa potret yang jernih selepas kebaktian pemakaman kita?
Erike, Tuhan-pun butuh bukti sebelum membayar lunas kebebasanmu yang hanya ilusi itu. Jadi mari kita berdoa, Erike. Semoga esok akan kembali pada kita sebagai kemerdekaan.
No comments: