Engelbertus Eduk - Mahasiswa Universitas Widya Mandira Kupang |
Pendahuluan
Ahimsa
adalah sebuah konsep yang berasal dari tradisi filsafat India, terutama dalam
ajaran Jainisme dan Ahimsa Hindu. Istilah Ahimsa secara harafiah berarti “tidak
melukai” atau “tidak menyakiti” dalam bahasa Sansekerta. Konsep ini
menganjurkan penolakan terhadap kekerasan fisik, emosional, dan mental terhadap
makhluk hidup. Dalam dunia modern, Ahimsa telah digunakan sebagai prinsip dasar
dalam perjuangan melawan berbagai bentuk sistem sosial dan politik yang
bersifat totaliter termasuk sistem oligarki. Oligarki disini menunjuk pada
sistem pemerintah yang dikuasai oleh sekelompok kecil individu atau keluarga
yang memiliki kekayaan dan kekuasaan yang besar, sementara mayoritas masyarakat
menghadapi ketidaksetaraan dan penindasan.
Dalam
konteks melawan sistem oligarki Ahimsa dapat dilihat sebagai sebuah strategi
yang berfokus pada perubahan sosial tanpa kekerasan. Prinsip dasar Ahimsa
adalah menghargai dan memuliakan kehidupan dan menggunakan kekuatan kasih
sayang, toleransi, pengertian dan kebaikan untuk mengatasi ketidakadilan dan
kesenjangan sosial karena Ahimsa berhubungan erat dengan keadilan sosial dan
penolakan terhadap kekerasan sebagai cara untuk mencapai perubahan sosial yang
adil.
Ahimsa Sebagai Landasan
Etis
Seperti
yang sudah kita ketahui tentang prinsip dasar Ahimsa lebih menekankan pada
pentingnya menolak kehidupan dan menolak segala bentuk kekerasan. Beberapa
landasan etis yang perlu kita ketahui dalam hidup ini diantaranya, pertama:
penghormatan terhadap kehidupan. Ahimsa mendorong kita untuk menghargai dan
menghormati setiap bentuk kehidupan, melibatkan rasa empati terhadap semua
makluk hidup dan pengakuan akan nilai intrinsik yang dimiliki setiap individu.
Dalam konteks ini Ahimsa menolak sikap atau tindakan yang merugikan atau
menyakiti orang lain atau makhluk hidup lainnya. Kedua, penolakan terhadap
kekerasan. Ahimsa menuntut penolakan terhadap kekerasan dan segala bentuknya.
Ini menyangkut penolakan terhadap fisik , verbal dan mental. Ahimsa menawarkan
bahwa solusi terbaik untuk mengatasi konflik adalah melalui dialog, pemahaman
dan komunikasi yang damai.
Ketiga,
praktik toleransi. Ahimsa mendorong praktik toleransi terhadap perbedaan dan
keberagaman. Ini berarti kita harus menerima dan menghormati pandangan, agama
dan budaya dan keyakinan orang lain tanpa menggunakan kekerasan atau
diskriminasi. Toleransi adalah aspek penting dari Ahimsa yang mempromosikan harmoni
sosial dan perdamaian. Keempat, kesadaran dan kontrol diri. Ahimsa mendorong
pengembangan dan kesadaran dan kontrol diri. Ini melibatkan pemantauan dan
pengendalian atas pemikiran, perkataan dan tindakan kita sendiri. Hal ini
mengajarkan bahwa ketidakkekerasan dimulai dari dalam diri kita sendiri, dengan
ini dapat menciptakan kedamaian dan keadilan disekitar kita.
Kelima,
kebaikan dan kasih sayang. Ini berarti kita harus berusaha untuk membantu,
mendukung, dan melayani orang lain tanpa melibatkan kekerasan tapi lebih pada
sikap empati dan belas kasih sesama manusia. Keenam, konflik resolusi tanpa
kekerasan. Ahimsa mengajarkan kita bahwa cara terbaik untuk menyelesaikan konflik
bukan dengan kekerasan tapi dapat melalui dialog, negosiasi, mediasi dan
penyelesaian masalah yang bermartabat.
Ahimsa sebagai landasan etis tidak
hanya berlaku dalam konteks individual, tetapi juga dalam interaksi sosial dan
politik. Prinsip ini membentuk dasar untuk membangun masyarakat yang adil dan
harmonis serta berkelanjutan. Dalam praktiknya ahimsa sebagai landasan etis
dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui tindakan kecil
seperti menghindari kekerasan verbal, membantu mereka yang membutuhkan dan
terlibat dalam aksi sosial yang memperjuangkan keadilan.
Ahimsa Sebagai Strategi
menolak sistem oligarki
Sebagai
strategi atau usaha menolak sistem oligarki, Ahimsa mengantar kita untuk
menemukan berbagai cara yang berlandaskan pada prinsip ketidakkekerasan dan
perlawanan damai. Contoh yang harus kita terima dan kita terapkan adalah
melalui gerakan sosial anti-kekerasan, aksi protes damai, kolaborasi dan
solidaritas, partisipasi politik dan ekonomi berdasarkan prinsip keadilan.
Dalam menerapkan Ahimsa sebagai
usaha menolak sistem oligarki dalam kehidupan nyata, penting untuk diingat
bahwa perubahan tersebut membutuhkan waktu dan upaya yang berkelanjutan. Ahimsa
menawarkan pendekatan yang berbeda dalam melawan ketidakadilan sosial dan
menekankan pentingnya kesabaran, toleransi dan komunikasi terhadap prinsip
anti-kekerasan.
Kesimpulan
Ahimsa sebagai usaha menolak sistem oligarki merupakan pendekatan yang kuat dan bermakna dalam melawan ketidakadilan sosial. Dengan mengadopsi prinsip ketidakkekerasan ahimsa mendorong kita untuk menghormati kehidupan, menolak kekerasan dan mempromosikan perdamaian. Dalam usaha menolak sistem oligarki, Ahimsa menawarkan alternatif yang manusiawi dan berkelanjutan. Dalam prakteknya ahimsa dapat diwujudkan melalui transformasi personal, kampanye kesadaran, kolaborasi, aksi protes damai, dan partisipasi politik. Dengan menerapkan nilai-nilai Ahimsa, individu dan kelompok dapat membangun gerakan yang kuat untuk menghadapi sistem oligarki dan memncapai perubahan sosial yang lebih adil.
Sumber-Sumber
Kuswanto, H.
(2014). Menolak Oligarki, Mewujudkan Demokrasi. Gadjah Mada University Press
Mahatma Gandhi.
(2005). Hidup Adalah Doa: Kisah-Kisah Inspiratif Mahatma Gandhi. Pustaka Alvabet
Pambudi, S.
(2014). Menolak Oligarki: Gerakan Sosial Ditengah Himpitan Kekuasaan Ekonomi. Serambi Ilmu Semesta
Setiawan, D.
(2017). Ahimsa, Jalan Hidup Damai. Kepustakaan Populer Gramedia
Soerjono, S.
(2011). Ahimsa: Keadilan Dan Damai. Kepustakaan Populer Indonesia
Sudrajat, T. (2014). Oligarki Di Indonesia: Fakta Dan Analisis. Mizan Pustaka
Editor : Thomas Edison/SP
No comments: